ANM World Wide

ANM World Wide
Earth

Senin, 15 Desember 2008

RI Harus Siap Hadapi Penurunan Drastis Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta - Tahun 2009 dinilai akan menjadi tahun yang berat bagi sektor ekspor Indonesia seiring resesi ekonomi global masih terus terjadi yang ditandai rendahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia.

Demikian disampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam jumpa pers di Gedung Depdag, Jalan Ridwan Rais No 5, jakarta, Senin (15/12/2008).

"Kita harus siap-siap untuk menghadapi penurunan pertumbuhan yang drastis mengingat pertumbuhan ekonomi dunia yangg demikian rendahnya, bahkan negara-negara tetangga pertumbuhannya negatif, terutama untuk paruh pertama 2009 tantangnya akan sangat berat," ungkap Mari.

Oleh karena itu, lanjut Mari, saat ini pemerintah lebih fokus untuk meningkatkan pertumbuhan dari dalam negeri. "Sambil terus mempertahanakan ekspor kita sebisa mungkin," jelasnya.

Menurut Mari, ada dua hal yang harus diperhatikan secara baik dan cermat untuk proyeksi ekspor tahun depan. Pertama adalah resesi di pasar-pasar tujuan ekspor Indonesia. Kedua, anjloknya harga komoditi dibandingkan lonjakan harga yang sempat terjadi di era 2006 dan 2007. "Dari segi volume kita belum bisa melihat penurunannya berapa persen," jelasnya.

Pemerintah terus berupaya untuk mendorong ekspor, mencari pasar baru dan memfasilitasi eksportir untuk mendapatkan pasar yang lebih baru terutama dari segi financingnya. Untuk itu, tambah Mari, pengesahaan lembaga pembiayaan ekpor menjadi hal penting yang sangat penting.

"Di dalam UU disebutkan LPE harus dibentuk dalam 6 bulan. Untuk itu kita kerja keras agar aspek-aspek tersebut sinergis untuk dorong eskpor kita," tandasnya.

Saat ditanya berapa proyeksi ekspor tahun depan, Mari belum bisa menyebutkannya. "Proyeksi ekspor kami belum bisa menyampaikan angka tersebut karena dalam masih proses pembahasan internal," tuturnya.

The Fed Pertimbangkan Potongan Suku Bunga Terbesar

Senin, 15 Desember 2008 | 08:47 WIB

WASHINGTON, SENIN - Dengan kondisi ekonomi AS yang terus tergelincir ke dalam resesi, Bank Sentral AS (The Fed) siap memangkas tingkat suku bunga ke angka yang diperkirakan terendah guna menggairahkan kondisi ekonomi. Untuk menghadapi krisis keuangan terburuk sejak tahun 1930an, Ketua The Fed Ben Bernanke dan dewan kebijakannya telah memangkas tingkat suku bunga menjadi 1 persen, tingkat suku bunga yang terlihat hanya sekali dalam setengah abad terakhir.

The Fed membuka rapat selama 2 hari Senin (15/12) untuk meninjau kondisi ekonomi dan memutuskan langkah selanjutnya terhadap suku bunga. Keputusan pemangkasan suku bunga bank sentral dan suku bunga bank akan diumumkan Selasa (16/12).

Sebagian besar ekonom memperkirakan The Fed akan memotong tingkat suku bunganya hingga separuh menjadi 0,5 persen. Beberapa ekonom berpendapat The Fed kemungkinan akan mengambil tindakan lebih tegas dengan memangkas suku bunga hingga tiga perempat poin persentase atau lebih. Apabila pemotongan suku bunga lebih besar itu terjadi maka angka itu akan menjadi suku bunga AS terendah sejak 1954.

Beberapa analis bahkan memperkirakan pemotongan suku bunga secara agresif ini tak akan mengubah kondisi ekonomi. "Pemotongan suku bunga tak akan banyak berdampak memicu dorongan stimulasi terhadap ekonomi yang mengalami kelesuan. Langkah ini lebih merupakan sebuah upaya untuk menahan kondisi ekonomi terperosok lebih jauh," kata Stuart Hoffman, kepala ekonom PNC Financial Services Group.

Korban-korban Madoff Bersuara

Jakarta - Para korban Bernard Madoff senilai US$ 50 miliar kini mulai bersuara. Perusahaan-perusahaan di Asia, Eropa mulai membeberkan nilai kerugian investasinya di Madoff.

Perusahaan sekuritas papan atas di Jepang Nomura melaporkan kerugian US$ 302 juta atau 27,5 miliar yen atas skandal yang dilakukan Madoff.

"Dampak dari kasus ini relatif terbatas terhadap dengan perhitungan modal kami," bunyi pernyataan Nomura seperti dilansir dari AFP, Senin (15/12/2008).

Sementara bank terbesar di Spanyol, Santander juga mengaku memiliki hubungan dengan Madoff karena nasabah Santander ada yang menempatkan dananya melalui Optima Strategic sekitar US$ 2,3 muliar euro atau US$ 3,1 miliar. Santander sendiri mengelola dana dari Optima.

Santander juga mengatakan telah melakukan investasi sendiri untuk produk Madoff senilai 17 juta euro. "Jadi hubungan dari Santander adalah nasabah Santander melakukan investasi di Optima senilai 2,01 miliar euro," bunyi pernyataan Santander.

Sedangkan BNP Paribas melaporkan kerugian senilai 350 juta euro atau US$ 470 juta. Namun itu bukan berupa investasi langsung melainkan risko
dari transaksi bisnis dan jaminan untuk lindung nilai. Bank-bank lain seperti Royal Bank of Scotland juga mengakui memiliki eksposre di Madoff namun merinci secara detail.

Madoff, yang merupakan pendiri Bernard L. Madoff Investment Securities LLC dituduh melakukan "Skema Ponzi" hingga US$ 50 miliar. Jika terbukti, maka ini akan menjadi salah satu kasus pembobolan terbesar setelah kasus kebangkrutan Enron tahun 2001 lalu.

Skema Ponzi merupakan sebuah istilah untuk praktek kotor dalam bisnis keuangan yang menjanjikan pemberian keuntungan berlipat ganda yang jauh lebih tinggi dari keuntungan bisnis riil bagi investor yang mau menyimpan dana investasinya lebih lama di perusahaan investasi seperti sekuritas, bank, asuransi ataupun investment banking. Para invesor umumnya tidak tahu dan tidak mau tahu darimana perusahaan membayar keuntungan yang dijanjikan.

Madoff dituding menggunakan 'Skema Ponzi' sejak tahun 2005. Pada minggu pertama Desember, Madoff mengatakan kepada pekerja seniornya bahwa investor meminta US$ 7 miliar uangnya kembali, dan dia mengatakan sedang berjuang untuk membayarnya. Investor menarik uangnya dari hedge fund karena untuk mengurangi risiko di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian.

Pembiayaan Bank untuk Perumahan Minim

Pembiayaan Bank untuk Perumahan Minim
BTN Sanggup Sediakan Dana
Senin, 15 Desember 2008 | 00:29 WIB

Bogor, Kompas - Peran perbankan untuk membiayai program perumahan bersubsidi dinilai masih minim. Tahun 2008, hanya ada dua bank umum nasional dan enam bank pembangunan daerah yang melaksanakan penyaluran kredit perumahan bersubsidi.

Demikian dikemukakan Asisten Deputi Investasi Pembiayaan Perumahan Kementerian Negara Perumahan Rakyat Manahan Sinaga dalam diskusi ”Peran perbankan dalam menggerakkan sektor perumahan”, Sabtu (13/12) di Bogor.

Jumlah bank yang telah menandatangani kesepakatan dengan Menpera dalam penyaluran kredit pemilikan rumah bersubsidi sebanyak delapan bank umum nasional dan 24 bank pembangunan daerah (BPD).

Namun, lanjut Manahan, bank yang telah melakukan realisasi penyaluran KPR hanya dua bank umum dan delapan BPD. Kendala perbankan dalam melakukan penyaluran kredit bersubsidi disebabkan kekurangsiapan dan kekurangberpihakan bank dalam melaksanakan program tersebut.

Manahan menambahkan, lembaga keuangan bank dan nonbank cenderung sulit menambah permodalan dalam penyaluran kredit perumahan bersubsidi.

Hingga kini, kekurangan pasokan perumahan mencapai 5,8 juta unit. Setiap tahun, pertumbuhan kebutuhan perumahan mencapai 800.000 unit.

Menteri Negara Perumahan Rakyat Yusuf Asy’ary mengungkapkan, anggaran untuk perumahan dalam APBN 2009 sebesar Rp 2,5 triliun atau naik dibandingkan dengan tahun 2007, yakni sebesar Rp 800 miliar. Penyerapan anggaran subsidi itu membutuhkan dana pendamping dari perbankan sebesar Rp 13 triliun.

Pagu subsidi

Anggota Komisi V DPR, Soeharsoyo, mengemukakan, pemerintah sudah saatnya memikirkan langkah meningkatkan pagu subsidi uang muka dan subsidi selisih suku bunga kepada konsumen rumah bersubsidi.

Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Iqbal Latanro mengemukakan, pihaknya sanggup menyediakan dana program kredit perumahan bersubsidi sebesar Rp 13 triliun.

Iqbal mengharapkan dana milik Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS ) sebesar Rp 2 triliun di BTN bisa segera direalisasikan. Hingga November 2008, realisasi kredit BTN sebesar Rp 14,09 triliun untuk 162.921 unit rumah. (LKT/GUN)

Pengikut