Jakarta - Tingkat laju inflasi tahun ini diprediksikan bisa mencapai angka 7%. Tingginya laju inflasi tersebut memicu suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) akan mengalami kenaikan hingga mencapai 8%.
"Tingkat inflasi saya kira bakal berada di batas atas 6%, atau bahkan 7%," ujar Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia UI Chatib Basri disela acara Outlook Ekonomi, Perbankan dan Properti Indonesia 2010 di Menara BTN, Jakarta, Rabu (20/01/2010).
Chatib mengatakan inflasi yang tinggi terjadi karena adanya kenaikan harga komoditas, terutama minyak.
"Harga minyak dunia tahun ini berkisar antara US$ 80 – US$ 85 per barel dan Menteri Keuangan pun sampai harus merevisi harga minyak di APBN dari US$ 65 jadi US$ 80," tambahnya.
Selain itu, lanjut Chatib, membaiknya ekonomi dunia juga menjadi faktor yang mendongkrak tingkat inflasi. Keadaan saat ini yang terjadi menurut Chatib, negara-negara lain mulai menaikkan suku bunga sehingga aliran dana yang sebelumnya dinikmati Indonesia berangsur berkurang.
"Contohnya AS yang akan menaikkan suku bunga The Fed pada kuartal II nanti," kata tambahnya.
Maka dari itu, tegas Chatib BI juga akan meningkatkan BI rate dari 6,5% menjadi hingga pada kuartal III nanti.
Kenaikan BI Rate tidak serta merta mendongkrak suku bunga kredit perbankan atau lending rate . "Net interest margin (selisih bunga kredit dan suku bunga acuan) masih besar," ujar Chatib.
Namun, dampaknya bakal terasa di kredit konsumen, semacam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KPM). "Jika suku bunga naik maka pertumbuhan di kedua macam kredit konsumer tersebut akan lebih lambat," tandasnya.
sumber detik finance
ANM World Wide

Earth
Rabu, 20 Januari 2010
Rupiah Melemah ke 9.250/US$
Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah di tengah stabilnya dolar AS di pasar global. Rupiah diprediksi mendekati lagi level 9.300 per dolar AS.
Pada perdagangan Rabu (20/1/2010), rupiah dibuka melemah lagi ke level 9.250 per dolar AS, dibandingkan penutupan kemarin di level 9.237 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) diduga sudah masuk ke pasar untuk menahan pelemahan rupiah yang terlalu cepat.
Di pasar global, dolar AS menguat ke titik tertingginya atas euro. Euro merosot ke 1,4291 dolar, dibandingkan sebelumnya di 1,4382 dolar. Euro sempat merosot hingga 1,4252 dolar. Dolar AS juga menguat atas yen ke 91,12 yen, dari sebelumnya di 90,72 yen.
"Dolar mendapatkan keuntungan dari ketidakberuntungan mata uang lainnya, terutama atas euro yang menemukan jalannya sendiri hingga di bawah tekanan," ujar Vassili Serebriakov, analis dari Wells Fargo, seperti dikutip dari AFP.
sumber detik finance
Pada perdagangan Rabu (20/1/2010), rupiah dibuka melemah lagi ke level 9.250 per dolar AS, dibandingkan penutupan kemarin di level 9.237 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) diduga sudah masuk ke pasar untuk menahan pelemahan rupiah yang terlalu cepat.
Di pasar global, dolar AS menguat ke titik tertingginya atas euro. Euro merosot ke 1,4291 dolar, dibandingkan sebelumnya di 1,4382 dolar. Euro sempat merosot hingga 1,4252 dolar. Dolar AS juga menguat atas yen ke 91,12 yen, dari sebelumnya di 90,72 yen.
"Dolar mendapatkan keuntungan dari ketidakberuntungan mata uang lainnya, terutama atas euro yang menemukan jalannya sendiri hingga di bawah tekanan," ujar Vassili Serebriakov, analis dari Wells Fargo, seperti dikutip dari AFP.
sumber detik finance
AB Minta Ada Peringatan Dini Daftar Efek Transaksi Marjin
Jakarta - Para anggota bursa (AB) tidak lagi mempersoalkan penerapan aturan transaksi marjin yang baru diterapkan per 1 Januari 2010 yang lalu. AB hanya menginginkan bahwa adanya sistem peringatan diri (early warning) sebelum Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan daftar saham yang masuk atau keluar pada transaksi marjin di tiap bulannya.
"Yang perlu dirubah adalah early warning. BEI perlu pikirkan realtime management system untuk bantu AB," kata Presiden Director PT Indo Premier Securities, Alpino Kianjaya dalam perbicangannya di hotel Nikko Jalan MH Thamrin Jakarta Selasa (19/1/2010) malam.
Ia menjelaskan, early warning idealnya disajikan otoritas bursa satu minggu sebelum daftar saham-saham yang masuk dalam transaksi marjin dipublikasikan. Ini penting, guna memberi kesempatan bagi investor, melalui sekuritasnya, untuk mengambil keputusan melepas atau mempertahankan saham yang dimiliki di emiten yang bersangkutan.
Saat ini, sistem yang berlaku adalah BEI langsung memberikan daftar saham yang masuk transaksi margin di setiap akhir bulan. Hal ini dirasa memberatkan, karena kesempatan yang diberikan otoritas kepada investor dalam mengambil kesempatan, praktis hanya lima hari.
"Kita selama ini pantau terus daftar saham transaksi margin di tiap akhir bulan. Investor biasanya pegang banyak saham. Nah jika ada saham yang keluar dari saham margin, maka kesempatannya hanya lima hari. Sedangkan investor nggak mau tau," jelasnya.
Saham yang keluar dari daftar transaksi margin, berdasarkan peraturan perdagangan V.D.6, akan mempunyai value Rp 0. Hal ini dikarenakan ratio yang dibubukan saham tersebut di atas ambang batas yang ditetapkan, yaitu 65%. Sedangkan, pada pratiknya, saham tersebut justru mengalami kenaikan harga yang signifikan.
"Ini pernah terjadi pada ANTAM (PT Aneka Tambang Tbk.). Dia pernah keluar dari daftar marjin. Tapi setelah keluar, harga sahamnya justru naik. Padahal kan value-nya Rp 0, karena ratio sudah dibawah yang ditetapkan. Ini kan ga masuk akal," terangnya.
Alpino mencontohkan, investor memulai perdagangan dengan modal awal Rp 100 juta. Maka investor bisa melakukan perdagangan atau pembelian saham sebesar Rp 200 juta, yang tercatat sebagai equity. Rp 100 juta sebagai modal, Rp 100 juta lagi sebagai pinjaman atau hutang. Ini sesuai dengan aturan perdagangan Bapepam-LK, yaitu 1:1.
Dengan perhitungan ini, rasio atas suatu saham yang dimiliki investor 50%. Ini didapat, dari perhitungan Rp 100 juta per Rp 200 juta. Jika pembelian saham hanya terbagi dua, dengan jumlah yang sama, masing-masing Rp 100 juta, dan menjelang akhir bulan salah satu saham terlempar dari daftar margin, maka saham tersebut akan bernilai value Rp 0.
Nilai saham yang Rp 0, mengakibatkan ratio naik menjadi 100%, karena equity terpangkas setengahnya. Dengan ratio yang baru, maka saham tersebut sudah berada di level margin call.
Dalam peraturan perdagangan disebutkan, bagi saham dengan ratio diatas 65%, maka akan dikenakan margin call. Untuk itu para investor yang memegang saham tersebut, diberi kesempatan untuk top up. Jika saham tidak di-top up maka ratio akan semakin naik, dan pada akhirnya terkena force sell.
Forced sell tidak perlu terjadi, jika early warning diterapkan BEI dalam tujuh hari sebelum pengumuman daftar saham margin.
"Jika saham yang terkena margin call terlaporkan sebelumnya, kan mereka (investor) bisa keluar sedikit-sedikit. Pemegang saham juga harus jeli. Sistem risk management menjadi kuncinya. Perlu sistem real time risk management dan juga real time back office," jelasnya.
sumber detik finance
"Yang perlu dirubah adalah early warning. BEI perlu pikirkan realtime management system untuk bantu AB," kata Presiden Director PT Indo Premier Securities, Alpino Kianjaya dalam perbicangannya di hotel Nikko Jalan MH Thamrin Jakarta Selasa (19/1/2010) malam.
Ia menjelaskan, early warning idealnya disajikan otoritas bursa satu minggu sebelum daftar saham-saham yang masuk dalam transaksi marjin dipublikasikan. Ini penting, guna memberi kesempatan bagi investor, melalui sekuritasnya, untuk mengambil keputusan melepas atau mempertahankan saham yang dimiliki di emiten yang bersangkutan.
Saat ini, sistem yang berlaku adalah BEI langsung memberikan daftar saham yang masuk transaksi margin di setiap akhir bulan. Hal ini dirasa memberatkan, karena kesempatan yang diberikan otoritas kepada investor dalam mengambil kesempatan, praktis hanya lima hari.
"Kita selama ini pantau terus daftar saham transaksi margin di tiap akhir bulan. Investor biasanya pegang banyak saham. Nah jika ada saham yang keluar dari saham margin, maka kesempatannya hanya lima hari. Sedangkan investor nggak mau tau," jelasnya.
Saham yang keluar dari daftar transaksi margin, berdasarkan peraturan perdagangan V.D.6, akan mempunyai value Rp 0. Hal ini dikarenakan ratio yang dibubukan saham tersebut di atas ambang batas yang ditetapkan, yaitu 65%. Sedangkan, pada pratiknya, saham tersebut justru mengalami kenaikan harga yang signifikan.
"Ini pernah terjadi pada ANTAM (PT Aneka Tambang Tbk.). Dia pernah keluar dari daftar marjin. Tapi setelah keluar, harga sahamnya justru naik. Padahal kan value-nya Rp 0, karena ratio sudah dibawah yang ditetapkan. Ini kan ga masuk akal," terangnya.
Alpino mencontohkan, investor memulai perdagangan dengan modal awal Rp 100 juta. Maka investor bisa melakukan perdagangan atau pembelian saham sebesar Rp 200 juta, yang tercatat sebagai equity. Rp 100 juta sebagai modal, Rp 100 juta lagi sebagai pinjaman atau hutang. Ini sesuai dengan aturan perdagangan Bapepam-LK, yaitu 1:1.
Dengan perhitungan ini, rasio atas suatu saham yang dimiliki investor 50%. Ini didapat, dari perhitungan Rp 100 juta per Rp 200 juta. Jika pembelian saham hanya terbagi dua, dengan jumlah yang sama, masing-masing Rp 100 juta, dan menjelang akhir bulan salah satu saham terlempar dari daftar margin, maka saham tersebut akan bernilai value Rp 0.
Nilai saham yang Rp 0, mengakibatkan ratio naik menjadi 100%, karena equity terpangkas setengahnya. Dengan ratio yang baru, maka saham tersebut sudah berada di level margin call.
Dalam peraturan perdagangan disebutkan, bagi saham dengan ratio diatas 65%, maka akan dikenakan margin call. Untuk itu para investor yang memegang saham tersebut, diberi kesempatan untuk top up. Jika saham tidak di-top up maka ratio akan semakin naik, dan pada akhirnya terkena force sell.
Forced sell tidak perlu terjadi, jika early warning diterapkan BEI dalam tujuh hari sebelum pengumuman daftar saham margin.
"Jika saham yang terkena margin call terlaporkan sebelumnya, kan mereka (investor) bisa keluar sedikit-sedikit. Pemegang saham juga harus jeli. Sistem risk management menjadi kuncinya. Perlu sistem real time risk management dan juga real time back office," jelasnya.
sumber detik finance
Online Trading Bhakti Bidik 5.000 Nasabah
Jakarta - PT Bhakti Securities meluncurkan layanan online trading 'Bhakti Online Brokerage (BOB)'. Peresmian layanan baru ini memungkinkan terjadinya peningkatan market share Bhakti Securities menjadi 2%, dan penambahan investor baru sebayak 5.000 nasabah online trading.
Menurut Group President & CEO Bhakti Investama Tbk (induk dari PT Bhakti Securities), Harry Tanoesoedibjo, layanan online trading merupakan sarana baru dari hasil berkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang.
"Kemajuan teknologi informasi telah mendorong pertumbuhan industri pasar modal menjadi lebih cepat dan proaktif, khususnya untuk memperkuat basis investor lokal," katanya dalam peluncuran perdana BOB di Menara MNC Jalan Kebun Sirih Jakarta, Rabu (20/1/2010).
Dengan layanan BOB, manajemen meyakini akan terjadi penambahan nasabah baru sebanyak 5.000 investor di tahun 2010. Selain itu akan ada penambahan market share transaksi yang pada tahun 2009 rata-rata 1% menjadi 2%.
"Target pasar dari pengguna BOB adalah calon investor dari para eksekutif Muda, profesional, pengusaha, ibu rumah tangga, mahasiswa," ujar Harry.
Sebagai pendanaan awal, investor dapat menyetorkan modal awal sebesar Rp 10 juta. Dengan minimum fee yang dikenakan kepada nasabah sebesar 0,19% untuk aksi beli, dan 0,29% untuk aksi jual.
"Minimun deposit awal kita Rp 10 juta. Selain fee jual dan beli, juga ada potongan Rp 15 ribu jika transaksi tidak mencapai nominal," kata Presiden Director PT Bhakti Securities Wito Mailoa.
Menurutnya, dengan minimun deposit Rp 10 juta menjadi acuan investor yang siap dan matang dalam transaksi perdagangan online. "Kita melihat, jika dibawah itu investor belum siap dan hanya bisa melakukan transaksi trading. Kita jaring investor yang telah siap dan matang," jelasnya.
sumber detik finance
Menurut Group President & CEO Bhakti Investama Tbk (induk dari PT Bhakti Securities), Harry Tanoesoedibjo, layanan online trading merupakan sarana baru dari hasil berkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang.
"Kemajuan teknologi informasi telah mendorong pertumbuhan industri pasar modal menjadi lebih cepat dan proaktif, khususnya untuk memperkuat basis investor lokal," katanya dalam peluncuran perdana BOB di Menara MNC Jalan Kebun Sirih Jakarta, Rabu (20/1/2010).
Dengan layanan BOB, manajemen meyakini akan terjadi penambahan nasabah baru sebanyak 5.000 investor di tahun 2010. Selain itu akan ada penambahan market share transaksi yang pada tahun 2009 rata-rata 1% menjadi 2%.
"Target pasar dari pengguna BOB adalah calon investor dari para eksekutif Muda, profesional, pengusaha, ibu rumah tangga, mahasiswa," ujar Harry.
Sebagai pendanaan awal, investor dapat menyetorkan modal awal sebesar Rp 10 juta. Dengan minimum fee yang dikenakan kepada nasabah sebesar 0,19% untuk aksi beli, dan 0,29% untuk aksi jual.
"Minimun deposit awal kita Rp 10 juta. Selain fee jual dan beli, juga ada potongan Rp 15 ribu jika transaksi tidak mencapai nominal," kata Presiden Director PT Bhakti Securities Wito Mailoa.
Menurutnya, dengan minimun deposit Rp 10 juta menjadi acuan investor yang siap dan matang dalam transaksi perdagangan online. "Kita melihat, jika dibawah itu investor belum siap dan hanya bisa melakukan transaksi trading. Kita jaring investor yang telah siap dan matang," jelasnya.
sumber detik finance
Langganan:
Postingan (Atom)