Saham-saham di bursa Wall Street akhirnya kembali melemah setelah pemerintah merevisi data pertumbuhan PDB pada kuartal III-2009. Perdagangan berjalan dengan volume yang tipis dalam sesi yang bergejolak.
Mengawali perdagangan, saham-saham langsung rontok setelah pemerintah merevisi angka pertumbuhan PDB AS selama triwulan III-2009 menjadi hanya 2,8% atau turun dari perhitungan awal sebesar 3,5%.
Namun saham-saham bergerak membaik setelah Bank Sentral AS menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada 2010 pada kisaran 2,5% hingga 3,5%, sekaligus menyatakan masalah pengangguran kemungkinan hampir mencapai puncaknya.
"Anda mendapatkan dua data yang berlawanan, yakni revisi angka pertumbuhan PDB melawan kenaikan estimasi pertumbuhan ekonomi oleh The Fed. Namun apa yang terjadi di pasar ini cukup moderat menjelang libur panjang dan saya tidak akan membaca terlalu banyak," ujar Jim Awad, direktur pelaksana Zephyr Management seperti dikutip dari Reuters, Rabu (25/22/2009).
Pada perdagangan Kamis (24/11/2009), indeks Dow Jones industrial average (DJIA) melemah 17,24 poin (0,16%) ke level 10.433,71. Indeks Standard & Poor's melemah tipis 0,59 poin (0,05%) ke level 1.105,65 dan Nasdaq melemah 6,83 poin (0,31%) ke level 2.169,18.
Saham-saham sektor finansial bergerak melemah sepanjang sesi. Saham JPMorgan Chase & Co melemah 1,9% dan menjadi salah satu pelemah Dow Jones. Indeks KBW bank melemah 0,7$.
Volume perdagangan sangat tipis, dengan transaksi di New York Stock Exchange hanya sebanyak 952 juta lembar saham, di bawah rata-rata tahun lalu yang mencapai 1,49 miliar. Di Nasdaq, transaksi juga hanya 1,87 miliar, di bawah rata-rata tahun lalu sebanyak 2,28 miliar.
sumber detik finance
ANM World Wide

Earth
Rabu, 25 November 2009
Kondisi-kondisi yang 'Memaksa' BI Minta Century Diselamatkan
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memaparkan berbagai kondisi yang menyebabkan mereka mengeluarkan rekomendasi bahwa Bank Century adalah bank gagal yang bersifat sistemik sehingga harus diselamatkan. BI tak mau krisis jilid II akan terulang jika Century tidak diselamatkan.
Kondisi-kondisi tersebut dipaparkan oleh pjs Gubernur BI Darmin Nasution dalam konferensi pers di Gedung Depkeu, Jakarta, Selasa (24/11/2009) menanggapi keluarnya hasil audit BPK untuk bailout Bank Century. Dalam hasil audit investigasi itu diantara menyatakan penilaian BI terhadap penyelamatan Century kurang menyeluruh dan hanya berdasarkan secuil indikator.
Lantas faktor-faktor apa yang mendasari BI mengeluarkan rekomendasi Century harus diselamatkan? Berikut poin-poinnya, seperti dikutip detikFinance dari bahan materi penjelasan Gubernur BI, Rabu (25/11/2009).
1. Krisis keuangan dunia yang memburuk sejak Oktober 2008.
Hal ini tercermin dari kerugian kredit yang melonjak sebagai akibat insolvabilitas dan penutupan operasi beberapa perusahaan keuangan raksasa, pengalihan risiko dan ketatnya likuiditas global. Selanjutnya kondisi ini memperburuk pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara emerging market cenderung menurun, diikuti oleh harga-harga komoditas yang menurun.
Menyikapi kondisi tersebut, semua negara melakukan konsolidasi kebijakan untuk meminimalkan dampak ketidakstabilan di pasar keuangan dan menjaga stabilitas dengan cara menjaga kecukupan likuiditas pasar keuangan, mengurangi risiko dan menjaga kepercayaan deposan.
2. Terjadi tekanan di pasar valuta asing Indonesia pada kurun waktu November 2008 ketika krisis memburuk dan mencapai puncaknya.
Hal itu diawali dengan adanya penarikan modal oleh investor asing (capital outflow) karena menganggap adanya peningkatan risiko negara-negara berkembang. Pada Agustus 2008, kepemilikan asing pada SBI dan SUN menunjukkan penurunan dan mencapai puncaknya pada Oktober 2008.
Penurunan modal asing secara drastis tersebut menimbulkan tekanan terhadap kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari terdepresiasinya rupiah secara cepat dari sekitar Rp 9.000 an di bulan September 2008 menjadi sekitar Rp 12.000 dibulan November 2008.
Pelemahan rupiah yang cukup drastis tersebut diiringi dengan menurunnya kepemilikan asing di SBI, SUN dan saham mulai dari September 2008 dan terus berlangsung sampai dengan Maret 2009. Berkurangnya kepemilikan asing yang sangat signifikan tersebut semakin menimbulkan tekanan (volatility) terhadap penurunan nilai rupiah secara signifikan.
3. Kondisi pasar saham memburuk
Menipisnya kepercayaan investor asing secara umum selanjutnya memperburuk kinerja pasar seperti tercermin pada penurunan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang mencapai titik terendah 1111,39 dan bahkan pada tanggal 8 hingga 10 Oktober 2009, Bursa Efek Indonesia ditutup untuk sementara. Pemburukan di Pasar Keuangan juga ditandai dengan kenaikan imbal hasil yang diminta oleh investor untuk instrumen SUN Pemerintah RI.
4. Premi Risiko Indonesia Melonjak
Terjadi peningkatan drastis atas premi risiko Indonesia sebagaimana tercermin pada data Credit Default Swap/CDS yang melonjak dari kisaran 350 bps menjadi 1200 bps hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, yaitu awal Oktober-akhir Oktober 2008. Sebagai perbandingan, saat ini CDS Indonesia adalah di bawah angka 200 bps, yang menunjukkan tingginya keyakinan investor kepada Indonesia. Perkembangan CDS Indonesia:
5. Menurunnya rata-rata transaksi PUAB
Sejak pertengahan tahun 2008, liquidity gap di industri perbankan mulai meningkat. Perbankan berupaya memenuhi kebutuhan likuiditasnya melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Namun demikian situasi krisis mengakibatkan seluruh bank di dunia termasuk bank-bank di Indonesia mempertahankan likuiditas yang ada guna memenuhi kewajibannya kepada nasabah penyimpan dana.
Dalam perkembangannya hal ini mengakibatkan segmentasi di PUAB. Kondisi ini dapat diindikasikan dari sangat menurunnya rata-rata transaksi PUAB dari periode Januari-September 2008 dan Oktober- Desember 2008, baik pada PUAB Rupiah maupun PUAB valuta asing. Pada saat ini, yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya flight to quality dari bank-bank kecil dan menengah ke bank-bank besar.
sumber detik finance
Kondisi-kondisi tersebut dipaparkan oleh pjs Gubernur BI Darmin Nasution dalam konferensi pers di Gedung Depkeu, Jakarta, Selasa (24/11/2009) menanggapi keluarnya hasil audit BPK untuk bailout Bank Century. Dalam hasil audit investigasi itu diantara menyatakan penilaian BI terhadap penyelamatan Century kurang menyeluruh dan hanya berdasarkan secuil indikator.
Lantas faktor-faktor apa yang mendasari BI mengeluarkan rekomendasi Century harus diselamatkan? Berikut poin-poinnya, seperti dikutip detikFinance dari bahan materi penjelasan Gubernur BI, Rabu (25/11/2009).
1. Krisis keuangan dunia yang memburuk sejak Oktober 2008.
Hal ini tercermin dari kerugian kredit yang melonjak sebagai akibat insolvabilitas dan penutupan operasi beberapa perusahaan keuangan raksasa, pengalihan risiko dan ketatnya likuiditas global. Selanjutnya kondisi ini memperburuk pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara emerging market cenderung menurun, diikuti oleh harga-harga komoditas yang menurun.
Menyikapi kondisi tersebut, semua negara melakukan konsolidasi kebijakan untuk meminimalkan dampak ketidakstabilan di pasar keuangan dan menjaga stabilitas dengan cara menjaga kecukupan likuiditas pasar keuangan, mengurangi risiko dan menjaga kepercayaan deposan.
2. Terjadi tekanan di pasar valuta asing Indonesia pada kurun waktu November 2008 ketika krisis memburuk dan mencapai puncaknya.
Hal itu diawali dengan adanya penarikan modal oleh investor asing (capital outflow) karena menganggap adanya peningkatan risiko negara-negara berkembang. Pada Agustus 2008, kepemilikan asing pada SBI dan SUN menunjukkan penurunan dan mencapai puncaknya pada Oktober 2008.
Penurunan modal asing secara drastis tersebut menimbulkan tekanan terhadap kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari terdepresiasinya rupiah secara cepat dari sekitar Rp 9.000 an di bulan September 2008 menjadi sekitar Rp 12.000 dibulan November 2008.
Pelemahan rupiah yang cukup drastis tersebut diiringi dengan menurunnya kepemilikan asing di SBI, SUN dan saham mulai dari September 2008 dan terus berlangsung sampai dengan Maret 2009. Berkurangnya kepemilikan asing yang sangat signifikan tersebut semakin menimbulkan tekanan (volatility) terhadap penurunan nilai rupiah secara signifikan.
3. Kondisi pasar saham memburuk
Menipisnya kepercayaan investor asing secara umum selanjutnya memperburuk kinerja pasar seperti tercermin pada penurunan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang mencapai titik terendah 1111,39 dan bahkan pada tanggal 8 hingga 10 Oktober 2009, Bursa Efek Indonesia ditutup untuk sementara. Pemburukan di Pasar Keuangan juga ditandai dengan kenaikan imbal hasil yang diminta oleh investor untuk instrumen SUN Pemerintah RI.
4. Premi Risiko Indonesia Melonjak
Terjadi peningkatan drastis atas premi risiko Indonesia sebagaimana tercermin pada data Credit Default Swap/CDS yang melonjak dari kisaran 350 bps menjadi 1200 bps hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, yaitu awal Oktober-akhir Oktober 2008. Sebagai perbandingan, saat ini CDS Indonesia adalah di bawah angka 200 bps, yang menunjukkan tingginya keyakinan investor kepada Indonesia. Perkembangan CDS Indonesia:
- 1 Januari 2008: 152,83 poin
- 1 Oktober 2008: 352,22 poin
- 23 Oktober 2008: 1243,84 poin
- 24 Oktober 2008: 1248,35
- 28 November (setelah bailout Century): 708,89.
5. Menurunnya rata-rata transaksi PUAB
Sejak pertengahan tahun 2008, liquidity gap di industri perbankan mulai meningkat. Perbankan berupaya memenuhi kebutuhan likuiditasnya melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Namun demikian situasi krisis mengakibatkan seluruh bank di dunia termasuk bank-bank di Indonesia mempertahankan likuiditas yang ada guna memenuhi kewajibannya kepada nasabah penyimpan dana.
Dalam perkembangannya hal ini mengakibatkan segmentasi di PUAB. Kondisi ini dapat diindikasikan dari sangat menurunnya rata-rata transaksi PUAB dari periode Januari-September 2008 dan Oktober- Desember 2008, baik pada PUAB Rupiah maupun PUAB valuta asing. Pada saat ini, yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya flight to quality dari bank-bank kecil dan menengah ke bank-bank besar.
sumber detik finance
IHSG Belum Banyak Tingkah
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup melemah dalam transaksi yang tipis. Investor terlihat sangat berhati-hati menjelang libur panjang transaksi pada pekan ini. IHSG sempat bolak-balik ke teritori negatif dan positif.
Pada perdagangan Selasa (24/11/2009), IHSG akhirnya ditutup melemah 9,532 poin (0,39%) ke level 2.471,884. Indeks LQ 45 juga melemah 1,764 poin (0,37%) ke level 488,047.
Pola perdagangan yang tipis tersebut diprediksi akan kembali terulang pada perdagangan Rabu (25/11/2009) ini. IHSG akan kembali bergerak variatif dengan kecenderungan melemah tipis. Saham-saham dari emiten yang akan membagikan dividen akan menjadi pilihan investor untuk saat ini.
Bursa Wall Street tadi malam juga ditutup melemah tipis, setelah pemerintah merevisi angka PDB pada triwulan III-2009 menjadi 2,8% menjadi 3,5%.
Pada perdagangan Kamis (24/11/2009), indeks Dow Jones industrial average (DJIA) melemah 17,24 poin (0,16%) ke level 10.433,71. Indeks Standard & Poor's melemah tipis 0,59 poin (0,05%) ke level 1.105,65 dan Nasdaq melemah 6,83 poin (0,31%) ke level 2.169,18.
Bursa Tokyo juga masih lesu. Indeks Nikkei-225 dibuka melemah tipis 19,68 poin (0,21%) ke level 9.381,90.
Berikut rekomendasi saham untuk hari ini:
Panin Sekuritas:
Tekanan jual pada saham Grup Bakrie serta anjloknya bursa regional Asia, memberikan sentimen negatif bagi IHSG kemarin. Setelah bergerak fluktuatif akhirnya IHSG ditutup melemah -0,38% pada level 2.471,884. Bursa regional Asia tercatat gagal memanfaatkan momentum naiknya Dow Jones sehari sebelumnya. Kami memperkirakan indeks memang cenderung konsolidasi pada pekan ini. Minimnya sentimen positif membuat indeks sulit untuk rally lebih lanjut.
Disisi lain, kami juga melihat beberapa saham yang akan memberikan deviden interim (PTBA, SMGR, BBRI, BMRI, UNVR) dapat menjadi pilihan untuk jangka pendek/menengah ditengah pasar yang kehilangan arah. Kisaran support-resistance hari ini 2.451-2.485.
Optima Sekuritas:
Meskipun Dow Jones sebelumnya menguat tajam namun melemahnya bursa regional menahan kenaikan indeks sehinggat terkoreksi 9 poin ke level 2.471. Saham BMRI, BUMI, ADRO, dan BBRI menjadi penyumbang terbesar turunnya indeks. Investor asing masih akumulasi sebesar Rp 325 miliar. Uptrend di bursa masih belum berubah dimana level 2.490-2.500 menjadi resistant kuat saat ini sedangkan support di level 2.450.
sumber detik finance
Pada perdagangan Selasa (24/11/2009), IHSG akhirnya ditutup melemah 9,532 poin (0,39%) ke level 2.471,884. Indeks LQ 45 juga melemah 1,764 poin (0,37%) ke level 488,047.
Pola perdagangan yang tipis tersebut diprediksi akan kembali terulang pada perdagangan Rabu (25/11/2009) ini. IHSG akan kembali bergerak variatif dengan kecenderungan melemah tipis. Saham-saham dari emiten yang akan membagikan dividen akan menjadi pilihan investor untuk saat ini.
Bursa Wall Street tadi malam juga ditutup melemah tipis, setelah pemerintah merevisi angka PDB pada triwulan III-2009 menjadi 2,8% menjadi 3,5%.
Pada perdagangan Kamis (24/11/2009), indeks Dow Jones industrial average (DJIA) melemah 17,24 poin (0,16%) ke level 10.433,71. Indeks Standard & Poor's melemah tipis 0,59 poin (0,05%) ke level 1.105,65 dan Nasdaq melemah 6,83 poin (0,31%) ke level 2.169,18.
Bursa Tokyo juga masih lesu. Indeks Nikkei-225 dibuka melemah tipis 19,68 poin (0,21%) ke level 9.381,90.
Berikut rekomendasi saham untuk hari ini:
Panin Sekuritas:
Tekanan jual pada saham Grup Bakrie serta anjloknya bursa regional Asia, memberikan sentimen negatif bagi IHSG kemarin. Setelah bergerak fluktuatif akhirnya IHSG ditutup melemah -0,38% pada level 2.471,884. Bursa regional Asia tercatat gagal memanfaatkan momentum naiknya Dow Jones sehari sebelumnya. Kami memperkirakan indeks memang cenderung konsolidasi pada pekan ini. Minimnya sentimen positif membuat indeks sulit untuk rally lebih lanjut.
Disisi lain, kami juga melihat beberapa saham yang akan memberikan deviden interim (PTBA, SMGR, BBRI, BMRI, UNVR) dapat menjadi pilihan untuk jangka pendek/menengah ditengah pasar yang kehilangan arah. Kisaran support-resistance hari ini 2.451-2.485.
Optima Sekuritas:
Meskipun Dow Jones sebelumnya menguat tajam namun melemahnya bursa regional menahan kenaikan indeks sehinggat terkoreksi 9 poin ke level 2.471. Saham BMRI, BUMI, ADRO, dan BBRI menjadi penyumbang terbesar turunnya indeks. Investor asing masih akumulasi sebesar Rp 325 miliar. Uptrend di bursa masih belum berubah dimana level 2.490-2.500 menjadi resistant kuat saat ini sedangkan support di level 2.450.
sumber detik finance
Langganan:
Postingan (Atom)