ANM World Wide

ANM World Wide
Earth

Kamis, 20 November 2008

Rupiah Melemah, APBN Terpengaruh

JAKARTA, KAMIS - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini terhadap mata uang asing berpengaruh ke APBN.

"Ada (pengaruhnya), kalau belanja-belanja pembayaran utang kan ada kerugian kurs. Tapi kerugian kurs terjadi dalam tiga bulan terakhir. Sebelumnya ada keuntungan kurs," jelas Anggito di Jakarta, Kamis (20/11).

Berapa kerugiannya, Anggito belum tahu totalnya. Pengaruh pelemahan rupiah terhadap mata uang asing, lanjut dia, terutama dari mata uang yen Jepang. "Kalau dollar mungkin bisa terkompensasi dari penurunan kurs dalam sembilan bulan terakhir. Asumsinya kan Rp 9.100 per dollar AS. Overall masih oke. Untuk yen, pembayaran pinjaman luar negeri cukup banyak. Yen yang terkoreksi cukup banyak,kata dia.

DKI Jakarta Akan Hapus Retribusi Usaha

Pemerintah DKI Jakarta akan segera menghapuskan retribusi usaha menjadi nol rupiah. Kepala Dinas UKM dan Koperasi DKI Jakarta Ade Harsono di Jakarta, Kamis, mengemukakan, setiap tahun hanya sekitar Rp 15 miliar pendapatan daerah yang diperoleh dari jenis retribusi ini.

"Uang sebesar itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan semangat usaha masyarakat," ungkapnya. Ia berharap, penghapusan retribusi itu akan mendorong dunia usaha berkembang.

"Sejauh ini saya sudah usulkan kepada Kementerian Negara UKM dan Koperasi, tepatnya November tahun ini," katanya. "Di banyak negara lain pembebasan retribusi usaha ini sudah terjadi, mengapa kita tidak," tutur Ade.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, kata dia, menyetujui rencana tersebut."Gubernur setuju dengan pola pembebasan retribusi ini. Memang untuk perizinan tetap ada, tetapi tidak dipungut biaya. Nanti kalau usaha sudah berjalan dan telah menghasilkan, akan dipungut pajak. Jadi, sistemnya tidak dipungut di hulu, tetapi di hilir," katanya.

Selain pembebasan retribusi usaha, Pemprov DKI Jakarta juga akan menyelenggarakan pameran, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk mendorong UKM berkembang. Pada 2009 pihaknya menyediakan dana sebesar Rp 15 milyar. "Rencananya akan pameran di enam negara di luar negeri dan juga pameran di dalam negeri," katanya.

BNI Gandeng 3 Perusahaan

akarta - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menggandeng tiga perusahaan asuransi untuk meluncurkan Telemarketing Bancassurance. Ketiga perusahaan asuransi yang digandeng BNI adalah PT Asuransi CIGNA, PT Sun Life Financial Indonesia dan PT AIG LIFE.

Peluncuran Telemarketing Bancassurance dilakukan di Gedung Landmark, Jalan Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (20/11/2008).

Wakil Direktur Utama BNI Felia Salim mengatakan, penjualan produk asuransi melalui telemarketing ini merupakan upaya perseroan untuk meningkatkan pendapatan melalui fee based income.

"Kami optimis penjualan produk asuransi melalui telemarketing ini akan mendapat hasil yang baik mengingat BNI memiliki customer based sebayak 9 juta nasabah, dan ini akan terus bertambah dengan banyaknya cabang yang kita miliki," tuturnya.

Felia mengatakan kerjasama ini juga bertujuan untuk memberikan keleluasaan dan nilai tambah bagi nasabah dalam melengkapi produk-produk perbankan perseroan.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Direktur PT Sun Life Financial Chris Lossin mengatakan dalam kerjasama ini pihaknya menawarkan produk-produk asuransi pendidikan, kesehatan dan asuransi jiwa.(dnl/lih)

sumber : http://www.detikfinance.com/read/2008/11/20/122902/1040144/5/bni-gandeng-3-perusahaan

Serba Hati-hati Untuk Kredit

Jakarta - Situasi pasar finansial dunia yang sedang limbung membuat siapapun siaga satu. Tak hanya nasabah, bank pun memilih untuk berhati-hati untuk masalah kredit. Semua seolah tak mau kondisi tahun 1998 terulang.

Ketika krisis moneter datang 10 tahun silam, suku bunga menggila hingga 50 persen. Debitor limbung tak bisa membayar, sementara kreditor langsung terhantam kredit macet. Perekonomian pun terpukul habis-habisan.

Belajar dari krisis di masa silam, orang kini lebih waspada dan bersabar. Dari sisi nasabah yang ingin kredit, mereka kini memilih bersabar ketimbang harus menghadapi tingginya suku bunga.

"Tunggu suku bunga turun dulu, sekarang semuanya sedang serba tidak pasti. Daripada nanti malah rugi," jelas Tama, pegawai swasta yang hendak mengajukan kredit kendaraan bermotor ini.

Sementara dari pihak perbankan pun memberikan kredit secara selektif dan sangat terkontrol. Seperti yang disampaikan Direktur Consumer BNI Darwin S, bahwa bank pelat merah itu kini lebih selektif dalam mengucurkan kredit konsumsinya dan menahan pertumbuhan kreditnya, guna menghindari terjadinya NPL di tengah tingginya suku bunga, namun bukan berarti menghentikan kucuran kreditnya.

"Kredit konsumsi tetap jalan, kan masing-masing bank berbeda nasabahnya, tapi kita sangat selektif dan mengontrol ketat dalam pengucurannya," jelasnya di Gedung Landmark, Jakarta, Kamis (20/11/2008).

Darwin mengakui, kondisi pengucuran kredit yang selektif dan terkontrol ini mulai dilakukan perseroan sejak bulan September 2008 lalu, dengan mulai mengetatnya kondisi likuiditas dan tingginya suku bunga.

"Jadi untuk kredit konsumsi seperti KPR kita tidak menghentikan namun selektif dan terkontrol. Kredit kendaraan juga sama, kita tidak terlalu gencar," imbuhnya.

Dijelaskan Darwin, untuk pertumbuhan kredit, perseroan akan menahan laju pertumbuhan di level pencapai pada kuartal III-2008. "Saya lupa berapa angkanya, tapi kita stay pertumbuhannya, tidak naik, kita menjaga pertumbuhan di kuartal IV-2008 sama seperti kuartal III-2008," katanya.

Dia juga mengatakan untuk 2009, di tengah situasi ekonomi yang belum pasti, dirinya belum bisa mengatakan berapa target kredit yang akan diraih. "Itu tergantung bagaimana situasi pada kuartal IV-2008 ini, namun sepertinya 2009 tidak akan seagresif 2008," imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Direktur Utama BNI Felia Salim mengatakan saat ini untuk pengucuran kredit, perseroan sudah melakukan pendalaman agar proses kehati-hatian lebih ditekankan.

"Kita ingin lebih konservatif di sektor-sektor tertentu, seperti kredit konsumsi akan sangat selektif," katanya. Pada kuartal III-2008, secara keseluruhan kredit BNI dikatakan Felia sudah tumbuh 20% sesuai target.

Namun dari sisi likuiditas, Agus menilai bahwa saat ini sebenarnya kondisinya saat ini masih membaik. Hal ini terlihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang terus meningkat. Berdasarkan data BI, DPK perbankan per September mencapai Rp 1.601 triliun, meningkat dibandingkan DPK Agustus yang hanya Rp 1.528 triliun.

"Jadi kalau DPR bulan-bulan ini lebih tinggi peningkatannya dibanding kredit, itu menunjukkan bahwa semakin likuid pasarnya. Itujuga menunjukkan bahwa itu salah satu sumber yang besar yaitu pengeluaran pemerintah semakin lancar, dana dari masyarakat meninggi dan DPR meningkat," jelas Agus.(qom/ir)

Australia's Central Bank Chief Optimistic on Economy

Australia is in a good position to defend itself against the global economic crisis despite a bleak report that forecasts a possible recession in 2009, according to the central bank chief.

Countries with tight monetary and fiscal policy settings are better able to cope with the current economic climate, Reserve Bank of Australia Governor Glenn Stevens said.

"The biggest mistake we could make would be to talk ourselves into unnecessary economic weakness," Stevens said at the Committee for Economic Development of Australia annual dinner Wednesday night.

"Those countries which went into this episode having practiced disciplined macroeconomics policies over many years, and I would include Australia in this group, will tend to be the ones which find themselves with the most scope to move in an expansionary direction," he said.

But his comments failed to boost the stock market Thursday, with the benchmark S&P/ASX 200 sliding 3.97 percent, or 138.9 points, to 3360.7 in the hour after opening. The market tends to follow Wall Street, where the Dow Jones industrial average dropped below 8,000 points for the first time since 2003 at Wednesday's close.

Stevens' speech came hours after the release of a monthly index that showed Australia's growth rate had fallen 2.4 percent from August to September -- the biggest monthly fall since the mid-1980s -- and predicted a poor outlook for 2009, including the possibility of a recession.

The Westpac-Melbourne Institute Leading Index points to the likely pace of economic activity three to nine months into the future.



A recession is defined as two straight quarters of negative growth.

Australia has not posted negative growth this year but has revised its growth estimates downward. The Reserve Bank of Australia predicted earlier this month that economic growth would slow to 1.5 percent instead of 2.0 percent before year-end.

Stevens said policymakers must remain ready to act promptly to support the financial system and sustainable economic activity, and governments must consider worthwhile public investment "even if that involves some prudent borrowing."

The central bank has cut the official cash rate by 200 basis points in the past three months, and economists predict it could be reduced by a further 75 basis points when the bank meets on Dec. 2.

"In the period ahead, we shall be seeking to strike the right balance between, on the one hand, the need to have inflation come back down, albeit slowly, and on the other hand, the desire to avoid as far as possible an unnecessary weakening in demand," Stevens said.
© 2008 The Associated Press. All rights reserved. This material may not be published, broadcast, rewritten or redistributed.

Fed Signals Ready to Cut Rates Amid Glum Outlook

Federal Reserve officials have pared their outlook for economic growth through 2009 to minimal levels and are prepared to cut interest rates further, while concern has risen that a deflationary spiral may take hold.

CNBC.com

The central bank expects growth in the United States to contract in the second half of 2008 and the first half of 2009, with some even were more pessimistic, according to minutes released on Wednesday of the Fed's Oct. 28-29 meeting, when it cut its benchmark interest rate by a half percentage point to a percent.

"Even after today's 50 basis-point action, the committee judged that downside risks to growth would remain," the Fed said in the minutes.

"Members anticipated that economic data over the upcoming inter-meeting period would show significant weakness in economic activity, and some suggested that additional policy easing could well be appropriate at future meetings," the U.S. central bank said in the minutes.

U.S. stocks plunged to their lowest closing level in five and a half years on Wednesday as investors braced for a lengthy downturn, including the possibility that U.S. automakers could collapse.

David Coard, head of fixed-income sales and trading with The Williams Capital Group in New York, said the Fed's comments painted a particularly glum picture.

"They left no question that they see the economy contracting and that means we are in a recession," he said.

In a sign of stresses around the world, officials at the Bank of England said they had considered slashing rates by a full 2 percentage points this month before settling for the smaller but still astonishing cut of 1.5 percentage points, according to minutes of its Nov. 5-6 meeting released on Wednesday.

RELATED LINKS

Current DateTime: 06:39:41 19 Nov 2008
LinksList Documentid: 27813018

* Fed Officials Slash Outlook For Economy Through '09
* Read Text of Fed Minutes
* CEOs Urge Stimulus Plan
* US in Recession Since Spring
* Consumer Prices Drop in October
* Bankruptcy Gives Firms Less Survival Chance

The Fed lowered its forecast range for 2008 gross domestic product growth to between zero and 0.3 percent from its June projection of 1.0 to 1.6 percent. The economy could shrink by 0.2 percent in 2009, according to the lower range of the Fed's central tendencies forecast.

The Fed cut rates to 1 percent from 1.5 percent at its scheduled October meeting, after a surprise half-point cut on Oct. 8 in coordination with major central banks around the world in an effort to stabilize financial markets. It has taken the benchmark federal funds rate down 3.25 percentage points in six steps since the beginning of the year.

With expectations of growth ebbing, officials at the U.S. central bank pushed their unemployment projections sharply higher to between 6.3 and 6.5 percent for 2008 and between 7.1 and 7.6 percent next year.

Some on the Fed think the economy could shrink by 1 percent in 2009 and that unemployment could go as high as 8 percent, which would be the highest rate since 1984. The jobless rate hit 6.5 percent in October.

"While some expected an improving financial situation to contribute to a recovery in growth by mid-2009, others judged that the period of economic weakness could persist for some time," the Fed said.

The minutes showed Fed officials with a new worry: the possibility of a deflationary spiral that they lack power to counteract because interest rates are already so low.

For Investors

* Get After-the-Bell Dow 30 Quotes
* Credit Spreads and Libor Data
* Futures and Pre-Market Data
* Currency Data

"If resource utilization remained weak for some time, inflation could fall below levels consistent with the Federal Reserve's dual mandate for promoting price stability and maximum employment," the minutes said.

Such a development "would pose important policy challenges in light of the already-low level of the committee's federal funds rate target," the Fed said.

Deflation is considered a threat to the economy because a pattern of falling prices causes consumers and businesses to put off purchases in expectations of even lower prices, dragging the economy down further.

In a development fueling fears of deflation, consumer prices fell by 1 percent in October, the steepest drop since the government began monthly records in 1947.

Fed Vice Chairman Donald Kohn, speaking in Washington on Wednesday, said risks of a deflationary spiral are small, but have risen and must be taken seriously.

"Were we to see this possibility, that we should be very aggressive with our monetary policy, as aggressive as we can be," he said.

The Fed's next scheduled interest-rate setting meeting is Dec. 16. Markets fully expect a half-point rate cut at that meeting, as indicated by short-term interest-rate futures.

Analisa Tehnikal By AN 20 November 2008

Jpy Buy :
Sell : 96.10
Stop : 96.70
Intraday : 95.40 – 95.05
Daily : 94.70 – 94.20
GBP Buy :
Sell : 1.5030
Stop : 1.5100
Intraday : 1.4925 - 14870
Daily : 1.4795 – 1.4740
XAU Buy :
Sell : 740.00
Stop : 748.00
Intraday : 732.00 – 727.05
Daily : 724.80 – 723.00
CHF Buy : 1.2075
Sell :
Stop : 1.2015
Intraday : 1.2160 – 1.2245
Daily : 1.2330 – 1.2370
AUD Buy :
Sell : 0.6445
Stop : 0.6505
Intraday : 0.6360 – 0.6290
Daily : 0.6260 – 0.6195
EUR JPY Buy :
Sell : 120.15
Stop : 120.80
Intraday : 119.50 – 118.50
Daily : 117.70 – 116.90
EUR Buy :
Sell : 1.2550
Stop : 1.2610
Intraday : 1.2480 – 1.2450
Daily : 1.2400 – 1.2350

Pasar Bergejolak, Yen dan Dollar AS Menguat

NEW YORK, RABU - Dollar AS mengembalikan penurunannya pada awal perdagangan dan menguat pada Rabu (19/11) waktu setempat, mengabaikan rekor penurunan harga konsumen AS, karena para pedagang uang berkumpul untuk keamanan diri di tengah gejolak baru di pasar finansial.

Para analis mengatakan penurunan curam di pasar saham global dan kekhawatiran tentang penurunan berkelanjutan ekonomi global mendorong sebuah "rush" terhadap mata uang dolar dan yen meski data ekonomi AS melemah.

Euro menyusut menjadi 1,2508 dollar pada 2100 GMT, setelah melompat ke posisi tertinggi 1,2748 dollar, dan dibandingkan dengan 1,2621 dollar di New York akhir Selasa.

Sementara terhadap mata uang Jepang, dollar turun menjadi 95,77 yen dari 96,89 yen pada Selasa. "Jika risk aversion (pengalihan risiko) masih menjadi tema dasar pasar, kami dapat perkirakan yen akan menjadi menonjol karena lebih diuntungkan dalam pasar valas -- yang memberikan situasi lebih problematis untuk Jepang," kata Neil Mellor dari Bank of New York Mellon.

Andrew Busch dari BMO Capital Markets mencatat bahwa dolar tidak jauh di belakang keuntungan dari aliran safe haven (tempat berlindung yang aman) di tengah kekhawatiran lingkungan global yang mengalami kehancuran deflasi. "Pasar uang masih bimbang dengan keuntungan dollar dari lingkungan psikologis negatif yang ekstrim," kata dia.

Kekhawatiran menyoroti tentang sebuah pelemahan ekonomi dan deflasi, indeks harga konsumen (IHK) AS jatuh 1,0 persen pada Oktober, penurunan paling curam sejak data pertama kali dipublikasikan pada Februari 1947.

Pelambatan inflasi memberikan lebih banyak ruang bagi Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga AS untuk mencoba menghentikan resesi yang kian dalam. "Biasanya suku bunga rendah akan membuat mata uang kurang menarik, namun gejolak finansial telah menggantikan prospeknya," kata para analis.

Sekalipun suku bunga federal fund pada rekor terendah 1,0 persen, beberapa anggota Fed melihat perlunya penurunan suku bunga lagi untuk membantu membangkitkan ekonomi. Dalam setiap kejadian, komite menyepakati untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Sementara pasar mengamati dengan seksama perkembangan sektor otomotif karena para pemimpin tiga besar otomotif AS -- General Motors, Ford dan Chrysler -- memohon kepada Kongres untuk pinjaman darurat guna mencegah industri mereka bangkrut.

Menteri Keuangan AS Henry Paulson pada Selasa mengindikasikan keengganannya mengalokasikan dana bailout sektor finansial untuk sektor manufaktur. "Industri otomotif AS yang kesulitan merupakan sebuah ekonomi besar dan berpotensi risiko sistemik, karena itu tidak adanya rencana penyelamatan adalah berita buruk untuk aset-aset berisiko dalam jangka pendek," kata para analis Barclays Capital dalam catatan risetnya pada Rabu.

Di tempat lain, pound Inggris mantap di tengah berita bahwa para pembuat kebijakan Bank Sentral Inggris (BoE) memberikan suarai 9-0 untuk penurunan suku bunga Inggris sepertiga menjadi 3,00 persen awal bulan ini, menurut risalah pertemuan mereka.

BoE pada 6 November memangkas suku bunga utama pinjaman dari 4,5 persen ke level terendah dalam lebih setengah abad, sebuah sinyal menurut para ekonom, sebuah resesi dalam di hadapan Inggris.

Dalam perdagangan terakhir di New York, dollar berada pada 1,2119 franc Swiss naik dari 1,2026 franc pada Selasa. Pound pada 1,4960 dolar turun dari 1,4963 dollar.

Dow falls below 8,000, S&P at 5-year low

NEW YORK (AP) -- Wall Street hit levels not seen since 2003 on Wednesday, with the Dow Jones industrial average plunging below the 8,000 mark amid a dour economic outlook from the Federal Reserve and worries over the fate of Detroit's three automakers.
Chart shows DOW trading since 2003;

Chart shows DOW trading since 2003;
Related Quotes
Symbol Price Change
F 1.26 -0.42
Chart for FORD MOTOR CO
GM 2.79 -0.30
Chart for GEN MOTORS
{"s" : "f,gm","k" : "c10,l10,p20,t10","o" : "","j" : ""}

A cascade of selling occurred in the final minutes of the session as investors yanked money out of the market. For many, the real fear is that the recession might be even more protracted if Capitol Hill is unable to bail out the troubled auto industry.

Investors also scoured economic data that included minutes from the last meeting of the Federal Reserve in which policymakers lowered projections for economic activity this year and next. Economic worries caused across-the-board selling, with financial stocks particularly hard hit.

The S&P 500, widely considered the broadest snapshot of corporate America, slipped 52.54 points, or 6.12 percent, to 806.58; and the Dow gave up 427.47 points, or 5.07 percent, to 7,997.28. Both closed at their lowest levels since March 2003, and are rapidly approaching the lows of the 2000 to 2002 bear market.

The financial crisis has already wiped out $6.69 trillion of value from the S&P 500 since its October 2007 high, and many fear more is to come. Stocks have traded with high volatility in the past few months, with the major indexes soaring only to plunge an hour later as the market searches for a bottom.

"I don't know what the catalyst is going to be where we turn the corner and people start buying stocks wholeheartedly again," said Jon Biele, head of capital markets at Cowen & Co. "People got out of the way. The financial situation hasn't changed."

The selling on the New York Stock Exchange was staggering -- only 158 companies that trade there finished the day positive while 2,943 declined. Volume again was light, a symptom of the market's recent volatility, with 1.63 billion shares exchanging hands by the close.

Other major indexes were also clobbered. The technology-heavy Nasdaq composite index fell 96.85 points, or 6.53 percent, to 1,386.42. The Russell 2000 index of smaller companies gave up 35.13, or 7.85 percent, to 412.38.

Investors were rattled on prospects that General Motors Corp., Ford Motor Co., and Chrysler LLC might not get a $25 billion rescue package before Congress quits for the year. The heads of those companies told lawmakers that time is running out, and that if one of them collapsed it would have a disastrous impact on the already battered economy.

Congressional Democrats have proposed using part of the $700 billion financial bailout package to pump into the ailing auto industry, but Republicans oppose such an approach. Treasury Secretary Henry Paulson has already shot down such an idea.

Senate Majority Leader Harry Reid of Nevada was hopeful of a deal in the "next day or two." He still hoped Paulson would step in if Congress can't usher through a deal.

Ford shares, which traded as high as $8.79 in the past year, plunged 42 cents, or 25 percent, to $1.26. GM, a stock worth $29.95 in the past 52-weeks, fell 30 cents, or 9.7 percent, to $2.79.

The testimony in Washington only heightened fears on New York trading floors that the current recession might significantly deepen.

"Finance people don't like theatrics," said Bernie McGinn, chief investment officer of McGinn Investment Management.

Investors were discouraged by the Federal Reserve's sharply lowered projection for economic activity this year and next.

In the minutes from its last rate-setting meeting in October released Wednesday, the Fed signaled additional interest rate reductions may be needed to help combat the worst financial crisis to jolt the country in more than a half-century. The Fed predicts that, with the economy forecast to lose traction or maybe jolt into reverse, unemployment will move higher.

The uncertainty was evident after the government released two separate reports on consumer prices and new-home construction, more evidence that the economy remains in flux.

According to the Labor Department's Consumer Price Index, consumer prices plunged by the largest amount in the past 61 years in October as gasoline pump prices dropped by a record amount. While lower prices might be good for the consumer, they can hurt corporate profits. Lower prices also raise the threat of deflation, a prolonged bout of falling prices.

Meanwhile, a government report on the housing sector showed that the industry's severe correction continues. The Commerce Department reported that construction of new homes plunged 4.5 percent last month to the lowest level on government records.

Many economists believe the economy has fallen into a recession that could be the worst downturn in more than two decades. The expectation is that easing inflation pressures will give the Federal Reserve room to cut interest rates further, but that gave little solace to investors.

Stocks have been trading erratically for several weeks as the market tries to gauge the direction of the economy. Analysts expect the volatility to continue.

There has been relentless selling since Election Day, driving the S&P 500 down about 20 percent. For the year, the Dow is now down 39.71 percent, while the S&P has fallen 45.07 percent, and the Nasdaq is down 47.7 percent.

Some analysts believe the steep losses on Wednesday set the market up for a potential rally. Stock future prices late Wednesday indicated a more stable open to the market on Thursday.

"I wouldn't be surprised if we had a rally by the end of the week," McGinn said. "From a long-term perspective I'd think you'd rather want to be a buyer down here than a seller."

Still, any rally is likely to be fleeting as the market works its way out of bear territory.

Volatility in the stock market has kept demand for Treasury bonds high. The yield on the benchmark 10-year Treasury note fell to 3.32 percent from 3.53 percent on Tuesday.

The stock market's big drop also influenced oil prices. Light, sweet crude fell 77 cents to settle at $53.62 a barrel on the New York Mercantile Exchange, about where prices were in January of 2007.

Consolidated volumed on the New York Stock Exchange came to 6.44 billion shares up from 5.4 billion on Tuesday.

In Asian trading, Japan's Nikkei index fell 0.66 percent, and Hong Kong's Hang Seng Index fell 0.77 percent. In European trading, Britain's FTSE 100 fell 4.82 percent, Germany's DAX index fell 4.92 percent, and France's CAC-40 fell 4.03 percent.

Saham Citigroup Habis-habisan

New-York - Saham Citigroup dalam guncangan. Investor gamang dengan nasib raksasa finansial AS itu, sehingga harga sahamnya terus merosot tajam.

Pada perdagangan Rabu (19/11/2008), saham Citigroup bahkan merosot hingga 23,4% ke titik terendahnya dalam 13 tahun. Saham Citigroup anjlok hingga US$ 1,96 menjadi hanya US$ 6,40. Selama minggu ini saham Citigroup sudah merosot hingga 33%.

Saham Citigroup merosot tajam setelah Cheif Executive Vikram Pandit mengumumkan rencana PHK 52.000 karyawannya dan mengurangi berbagai biaya hingga seperlima. Namun rencana efisiensi besar-besaran itu dianggap tidak akan mampu memulihkan bank terbesar kedua AS tersebut.

Investor kini mengkhawatirkan besarnya kerugian Citigroup dari kartu kredit, mortgage dan kredit-kredit macet lainnya. Masalah tersebut dikhawatirkan tidak cukup hanya tertangani dengan upaya efisiensi.

"Orang-orang kini sedang melihat model bisnis mereka dan heran bagaimana mereka bisa survive," ketus William Larkon, fixed-income manager Cabot Money seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/11/2008).

Citigroup memang menyatakan bahwa mereka memiliki modal dan posisi likuiditas yang kuat. Mereka juga sedang fokus melakukan strateginya yang diyakini akan bisa memulihkan kondisinya dalam beberapa waktu kedepan.

Kejatuhan saham Citigroup inilah yang menjadi salah satu pemicu kemerosotan Wall Street dalam 5,5 tahun terakhir. Kapitalisasi pasar Citigroup telah terpangkas hingga US$ 270 miliar, dibandingkan 2 tahun silam. Kapitalisasi pasar Citigroup kini hanya US$ 34,9 miliar, di bawah US Bancorp yang merupakan bank terbesar keempat AS dari sisi aset.

sumber : http://www.detikfinance.com/read/2008/11/20/073055/1039960/6/saham-citigroup-habis-habisan

IHSG Bisa Memburuk Lagi

Jakarta - Kejatuhan saham-saham di Wall Street yang diikuti bursa utama Asia Nikkei pada Kamis pagi ini memberikan sinyal Indeks Harga Saham Gabuangan (IHSG) bisa memburuk lagi.

IHSG pada perdagangan saham Kamis (20/11/2008) diprediksi akan terseret pelemahan bursa global yang kian mencemaskan ini.

Saham-saham di Wall Street mencatat penurunan tajam hingga level terendahnya dalam 5,5 tahun terakhir. Upaya penyelamatan sektor otomotif yang masih jadi perdebatan menjadi salah satu penyebabnya.

Pada perdagangan Rabu (19/11/2008), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot hingga 427,47 poin (5,07%) ke level 7.997,28. Inilah untuk pertama kalinya Dow Jones berada di bawah level 8.000 sejak Maret 2003.

Sementara indeks Standard & Poor's turun hingga 52,54 poin (6,12%) ke level 806,58. Nasdaq anjlok 96,85 poin (6,53%) ke level 1.386,42. S&P dan Nasdaq berada di titik terendahnya sejak Maret 2003.

Pelemahan Wall Street juga sudah mulai diikuti oleh Nikkei yang pagi ini turun 1,49% atau 123,45 poin menjadi 8.149,77. Bursa saham Australia S&P/ASX200 juga anjlok 4,2% atau 147,7 poin menjadi 3.351,9.

Krisis finansial global yang terus melanda menjadikan pelaku pasar global kehilangan gairan untuk masuk ke pasar saham.

Dari dalam negeri sentimen saham grup Bakrie yang belum tuntas masalah utang reponya dan pelemahan rupiah yang menabrak level 12.000 per dolar menjadikan pasar saham jauh dari suasana kondusif.

Sementara pada penutupan perdagangan saham Rabu kemarin (19/11/2008) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 9,505 poin (0,8%) menjadi 1.180,357.

Berikut rekomendasi saham dari perusahaan sekuritas.

Panin Sekuritas

Anjloknya nilai tukar rupiah yang menembus level psikologis Rp 12.000/USD, serta pergerakan bursa regional yang melemah mendorong indeks bergerak melemah -0.80%. Sementara hari ini, kami perkirakan fokus pasar akan berada pada pergerakan kurs rupiah. Selain itu, minimnya sentimen positif serta situasi perekonomian dunia yang terancam resesi berkepanjangan membuat investor masih melakukan wait and see. Terlihat transaksi dalam 2 hari terakhir terbilang sangat tipis, hanya berkisar Rp1.3T. Kisaran support-resistance hari ini 1.106-1.200.

Optima Securities

Indeks akhirnya ditutup melemah tipis 9 poin menjadi 1.180 karena menjelang penutupan terjadi akumulasi. Keluarnya PBI baru tentang fasilitas pembiayaan darurat bagi bank umum dan rencana pemerintah mewajibkan kontraktor migas menyimpan uangnya di perbankan nasional bisa menjadi sentimen positif ke sektor perbankan. Penurunan indeks diperkirakan masih berlanjut di level 1.140-1.190 dengan pilihan saham: BBCA, INDF, INCO, BDMN, dan UNVR.

eTrading Securities

Bursa Indonesia kembali mengalami hari yang volatile kemarin dengan rentang perdagangan mencapai 30 poin dan beberapa kali mengalami swing selama sehari kemarin. Indeks sempat menyentuh titik terendah 1159 meski pada akhir perdagangan berhasil rebound dan ditutup melemah tipis 9,5 poin (0,8%) ke level 1180,3. Trading value kembali tipis menandakan investor terlihat masih ragu untuk kembali masuk ke bursa setelah indeks menembus support kuat di 1187. Penurunan saham-saham grup Bakrie masih menjadi sentimen negatif bagi bursa, ditambah dengan melemahnya sektor banking dan Coal player.

Bursa As semalam kembali mencetak rekor setelah melorot ke level terendah sejak 5 tahun terakhir. Dow menembus level 8000 di 7,997 atau melemah lebih dari 5%, terkait outlook dari The Fed mengenai kontraksi yang akan semakin parah jika pemain industri otomotif seperti General Motor dan Ford tidak diselamatkan seiring kesulitan finansial. Data pendirian rumah baru turun 4,5% selama bulan Oktober disertai dengan turunnya angka inflasi sebesar 1% (terbesar sejak 61 tahun terakhir) membuat pasar merespon negatif akan outlok pertumbuhan ekonomi US yang akan melambat. Terkait hal ini, mayoritas bursa Asia juga dibuka anjlok, Nikkei turun di bawah level 8000 (-3,7%), KOSPI -4,5%, AORD -3%.

Bursa Indonesia dipastikan akan kembali bergerak melemah seiring anloknya bursa-bursa Asia yang menjadi sentimen negatif yang cukup kuat hari ini. Tekanan jual akan kembali menimpa sektor mining dan energy related serta sektor banking seiring kembali melemahnya harga minyak dunia ke level US$ 53/barrel. Trading value pun kami perkirakan akan kembali kecil seiring investor masih wait and see sampai kondisi kembali stabil. Support kuat 1150 akan kembali diuji dengan support berikutnya di 1.089.(ir/ir)

Sumber : http://www.detikfinance.com/read/2008/11/20/072628/1039959/6/ihsg-bisa-memburuk-lagi

Wall Street Jatuh ke Level Terendah dalam 5,5 Tahun

New-York - Saham-saham di Wall Street kembali mencatat penurunan tajam hingga level terendahnya dalam 5,5 tahun terakhir. Upaya penyelamatan sektor otomotif yang masih jadi perdebatan menjadi salah satu penyebabnya.

Pada perdagangan Rabu (19/11/2008), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot hingga 427,47 poin (5,07%) ke level 7.997,28. Inilah untuk pertama kalinya Dow Jones berada di bawah level 8.000 sejak Maret 2003.

Sementara indeks Standard & Poor's turun hingga 52,54 poin (6,12%) ke level 806,58. Nasdaq anjlok 96,85 poin (6,53%) ke level 1.386,42. S&P dan Nasdaq berada di titik terendahnya sejak Maret 2003.

Sebanyak 1,64 miliar lembar saham ditransaksikan di New York Stock Exchange, sementara di Nasdaq ada 2,36 miliar lembar saham ditransaksikan.

Saham-saham sektor otomotif berjatuhan. General Motors Corp anjlok ke level terendahnya dalam 66 tahun, Ford terendah dalam 26 tahun. Saham GM kemarin turun hingga 9,7% menjadi 2,79 dolar, sementara Ford jatuh hingga 25% menjadi 1,26 dolar.

Kejatuhan saham-saham otomotif ini dipicu oleh kekhawatiran tentang tidak adanya langkah cepat dari kongres untuk membantu menyelamatkan industri ini. Para petinggi sektor otomotif melakukan hearing kedua kalinya dengan kongres AS untuk meminta bailout US$ 25 miliar.

Jika tak ada langkah cepat, maka dikhawatirkan industri-industri otomotif akan bangkrut sehingga semakin memperparah perekonomian AS.

Demikian pula sektor finansial yang juga berjatuhan. Saham Bank of America, JPMorgan Chase &Co, Citigroup, semua jatuh ke titik terendahnya dalam beberapa tahun terakhir. Investor masih khawatir akan nasib sektor finansial mengingat kondisi perekonomian semakin suram. Saham Bank of America anjlok hingga 14%, JPMorgan merosot 11,4% dan Citigroup terpangkas 23,4%.

Sementara Federal Reserve memangkas target pertumbuhan ekonomi 2009, sehingga menambah keterpurukan indeks saham menjelang penutupan. The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS di tahun 2009 hanya tumbuh 0,2 persen.

"Kita melihat kejatuhan pasar terburuk dalam kehidupan banyak orang. Sepertinya orang-orang saling menikmati berbicara tentang bagaimana buruknya masalah ini. Ini menjadi sebuah kebodohan," ujar David Bianco, kepala strategis UBS seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/11/2008).

Sumber : http://www.detikfinance.com/read/2008/11/20/064452/1039952/6/wall-street-jatuh-ke-level-terendah-dalam-55-tahun

Krisis, Proyek-proyek Baru Properti Dihentikan Sementara

JAKARTA, KAMIS - Sejumlah pengembang perumahan kini menghentikan sementara pembangunan proyek-proyek baru. Langkah itu ditempuh untuk mengamankan likuiditas dan mengurangi risiko pendanaan proyek di tengah semakin menipisnya daya serap pasar.

Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Djoko Slamet, Rabu (19/11) di Jakarta. Proyek yang mengalami penundaan meliputi properti kelas menengah ke bawah, menengah, hingga menengah atas.

Penghentian sementara itu umumnya dilakukan terhadap proyek-proyek yang belum memasuki tahap konstruksi dan dinilai belum menyerap pasar yang signifikan, yakni di bawah 60 persen dari total unit yang ditawarkan.

”Penghentian sementara proyek baru dilakukan sampai kondisi pasar membaik dan daya beli konsumen meningkat. Kalau proyek baru dipaksakan untuk dibangun, kas pengembang rawan terganggu di tengah semakin ketatnya likuiditas,” papar Djoko.

Proyek-proyek baru yang dihentikan terutama adalah proyek apartemen dan bangunan vertikal. Adapun pengembang proyek rumah tinggal menerapkan strategi menyelesaikan pembangunan rumah secara bertahap berdasarkan pesanan.

Sementara itu, pembukaan kawasan properti baru juga cenderung dihentikan. ”Pengembang kini lebih berkonsentrasi mengoptimalkan pembangunan properti di lahan-lahan yang sudah digarap,” tuturnya.

Corporate Secretary PT Perdana Gapura Prima Rosihan Saad mengungkapkan, pihaknya menunda pembangunan proyek perkantoran dan apartemen kelas atas senilai Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun yang semula akan dimulai awal tahun 2009.

Penundaan proyek dengan segmen pasar asing itu terpaksa dilakukan karena tingginya suku bunga kredit, daya serap pasar yang lesu, dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

”Untuk proyek yang baru berjalan, akan tetap diselesaikan dengan berbagai penyesuaian. Apabila diperlukan, akan dilakukan pemunduran jadwal (penyelesaian),” ujar Rosihan.

Perlambatan rusunami

Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Teguh Satria mengemukakan, penundaan pembangunan perumahan berimbas pada perlambatan proyek pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami).

Kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan pengetatan likuiditas oleh perbankan telah melemahkan pasar rusunami bersubsidi.

Minat konsumen untuk membeli rusunami bersubsidi dengan harga Rp 144 juta per unit semakin lemah sebagai imbas tingginya suku bunga KPR.

”Sejumlah pengembang kini memilih untuk menunda proyek guna melihat kekuatan pasar,” katanya.

Teguh berharap proyek yang sudah berjalan dan memiliki pasar yang signifikan tetap dilanjutkan dengan dukungan semua pihak, baik pengembang, perbankan, maupun pemerintah.

Penundaan pembangunan proyek baru jika terus dibiarkan akan berdampak pada terhambatnya penyediaan rumah untuk rakyat.

Oleh karena itu, diperlukan upaya pemerintah untuk mengamankan likuiditas penyaluran KPR. Bantuan likuiditas itu diperlukan guna mengatasi melemahnya pasar rusunami akibat tingginya beban suku bunga kredit.

Sumber : http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/20/05484925/Krisis..Proyek-proyek.Baru.Properti.Dihentikan.Sementara.

Saham AS Jatuh ke Posisi Terendah

NEW YORK, RABU - Saham-saham AS jatuh ke posisi terendah dalam lima setengah tahun terakhir pada Rabu (19/11) waktu setempat, setelah data mengungkapkan ekonomi AS mengalami kemerosotan tajam dan Federal Reserve mengakui risiko dari sebuah resesi panjang.

Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 427,47 poin (5,07 persen) menjadi berakhir pada 7.997,28. Ini untuk pertama kalinya indeks saham blue-chip ditutup di bawah 8.000 sejak 31 Maret 2003.

Indeks komposit Nasdaq merosot 96,85 poin (6,53 persen) menjadi 1.386,42, level terendah sejak 14 April 2003.

Sementara indeks Standard & Poor’s 500 mundur lagi 52,54 poin
(6,12 persen) menjadi 806,58, terendah dalam lima setengah tahun.

Laporan suram pemerintah menunjukkan sebuah rekor penurunan dalam harga konsumen dan sebuah rekor terendah dalam memulai pembangunan perumahan serta para produsen mobil yang kesulitan meminta Kongres untuk sebuah penalangan (bailout) dalam dua hari berturut-turut.

"Pembicaraan bantuan kepada produsen otomotif di Washington tampak gagal dan laporan ekonomi memberikan kesan sebuah resesi mendalam," kata Al Goldman, analis dari Wachovia Securities.

Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa harga konsumen AS jatuh 1,0 persen pada Oktober, penurunan paling curam sejak data pertama kali dipublikasikan pada Februari 1947.

Penurunan indeks harga konsumen (IHK) terjadi secara menyeluruh, kecuali hanya makanan yang masih naik. IHK inti, tidak termasuk harga makanan dan energi, merosot 0,1 persen.

"Inflasi harga konsumen telah tiba-tiba memciut kedalam keblikannya, karena pelambatan tiba-tiba dalam pertumbuhan ekonomi telah mendorong penurunan tajam harga energi, sementara sangat lemahnya permintaan domestik menempatkan kecenderungan menurunnya tekanan pada harga ritel di banyak saluran ritel utama, terutama komputer dan elektronika," kata Brian Bethune, analis pada IHS Global Insight.

Sementara departemen perdagangan melaporkan bahwa pembangunan rumah baru jatuh ke jumlah terkecil sejak data ini mulai dipublikasikan pada Januari 1959.

Perumahan awal (housing starts) turun 38,8 persen dalam basis 12-bulan meski pemerintah berupaya memperbaiki aliran kredit dan menahan terus meningkatnya penyitaan rumah di tengah kejatuhan pasar perumahan pada pertengahan 2006.

Izin untuk membangun rumah baru, sebuah indikator dari aktivitas mendatang, jatuh 12,0 persen menjadi ke posisi terendah sejak data dipublikasikan pada Januari 1960, dan turun 40,1 persen dari Oktober 2007.

Penurunan perumahan telah mencapai dasarnya, kata para analis. Pejabat AS mengatakan bahwa koreksi turun ekonomi yang sedang berlangsung membutuhkan pemulihan besar-besaran di pasar perumahan.

Eksekutif puncak General Motors, Ford dan Chrylser kembali ke Capitol Hill untuk kali kedua hari berturut-turut meminta penalangan darurat dari komite Senat.

Saham GM turun 9,71 persen menjadi 2,79 dollar dan Ford turun 25,0 persen menjadi 1,26 dollar AS.

Di antara saham-saham yang jadi fokus, Citigroup jatuh 23,44 persen menjadi 6,40 dollar AS di tengah kesulitan sektor finansial. Bank of America jatuh 14,02 persen menjadi 13,06 dollar AS dan JPMorgan Chase melemah 11,42 persen pada 28,47 dollar AS.

Fannie Mae, raksasa keuangan mortgage yang diselamatkan pemerintah, jatuh 19,15 persen menjadi 38 sen.

Komponen utama Dow, ExxonMobil turun 3,81 persen menjadi 73,42 dollar AS karena harga minyak mentah jatuh untuk kali keempat sesi berturut-turut.

Sementara harga obligasi melambung. Imbal hasil (yield) obligasi negara AS bertenor 10 tahun turun menjadi 3,391 persen dari 3,535 persen pada akhir Selasa dan obligasi negara bertenor 30 tahun jatuh menjadi 3,972 persen menjadi 4,144 persen. Harga dan yield obligasi bergerak dengan arah berlawanan.

Citigroup Falls Below US Bancorp in Market Value

Citigroup, once the largest U.S. bank by market value, has fallen to fifth, dropping behind U.S. Bancorp—which is one-eighth as large by assets.

The market capitalization of Citigroup fell as low as $42.2 billion early Wednesday, as the bank's shares dropped as much as 7.3 percent to a 13-year low of $7.75. U.S. Bancorp's market value was slightly below $44 billion in early trading.

Larger U.S. banks by market value include JPMorgan Chase [JPM 28.47 -3.67 (-11.42%) ], Wells Fargo [WFC 24.40 -2.80 (-10.29%) ] and Bank of America [BAC 13.06 -2.13 (-14.03%) ]. Citigroup's market value topped $270 billion in late 2006.



Citigroup has been under pressure because of mounting losses from mortgages and complex debt instruments, and on Monday announced plans to cut 52,000 jobs by early next year.

On Wednesday, a Fox-Pitt Kelton analyst said the bank could face $3 billion of writedowns in the fourth quarter. Citigroup also said it would buy $17.4 billion of assets held by structured investment vehicles it advised.

Citigroup [C 6.40 -1.96 (-23.46%) ] is based in New York, and ended September with $2.05 trillion of assets. U.S. Bancorp [USB 23.62 -2.11 (-8.2%) ] is based in Minneapolis, and reported $247.1 billion of assets.

* Get Real-Time Quotes for all the Bank Stocks Listed Above.

Copyright 2008 Reuters.

Cutting Interest Rates May Not Be Enough: Gross

Cuts to interest rates may not be enough in and of themselves to boost the economy, Pimco's Bill Gross said on Wednesday.

"The Fed Funds rate at 1 percent is still not low enough," he told CNBC's Erin Burnett. "Perhaps the Fed will have to look at other measures aside from lowering interest rates to 50 basis or zero to stimulate the economy."

Although money markets are healthier, Gross said, the long-term and corporate credit markets, commercial mortgages and high-yield bonds are in "disarray" as they sell in the "teens if not in the twenties and thirties."

EU Planning $164 Billion Growth Package: Germany

German Economy Minister Michael Glos said on Wednesday the European Union was planning a 130 billion euro ($164.1 billion) growth package for the bloc.

CNBC.com

EU member states are to contribute 1 percent of their gross domestic product (GDP) to a planned package for the bloc, Glos said.

"Overall it's about 130 billion euros that are to be deployed," Glos told German television station n-tv.



"Everyone is to fulfill the 1 percent target," Glos said, adding this would amount to around 25 billion euros for Germany, Europe's largest economy.

Earlier, Germany's Spiegel Online reported the European Commission was planning a package of the same sum that would require each of its 27 members to contribute one percent of their gross domestic product (GDP).

Spiegel Online said it would agree the package on Nov. 26.
Copyright 2008 Reuters

Fed Officials Slash Outlook For Economy Through '09

Federal Reserve officials slashed economic growth forecasts through 2009 and hinted that further interest rate cuts may be needed if growth slows further, minutes of their October policy meeting show.

"Even after today's (half-point cut), the committee judged that downside risks to growth would remain," the Fed, the U.S. central bank, said in minutes released Wednesday.

"Members anticipated that economic data over the upcoming intermeeting period would show significant weakness in economic activity, and some suggested that additional policy easing could well be appropriate at future meetings," the minutes of the Oct. 28-29 meeting said.

In an interview on CNBC shortly after the minutes were released, PIMCO's Bill Gross said he expected further rate cuts.

"The Fed Funds rate, at one percent, is still not low enough," Gross said. "And it means that...perhaps the Fed will have to begin to look at other measures besides lowering interest rates to 50 basis or zero to stimulate the economy."

"Government bailouts might calm credit markets, but common stock stockholders are holding an increasingly short stick," Gross added. "The money markets are looking increasingly more healthy. But the fact is that other markets—the longer-term credit markets, the corporate credit markets, commercial mortgages, high-yield bonds—they're all in disarray." (See interview with Bill Gross, left.)

The Fed lowered its forecast for 2008 gross domestic product growth to between zero and 1.3 percent from its June projection of 1.0 to 1.6 percent.

The economy could shrink by 0.2 percent in 2009, according to the lower range of the Fed's central tendencies forecast.

The Fed cut rates to 1 percent from 1.5 percent at its scheduled October meeting, after a surprise half-point cut Oct. 8 in coordination with major central banks around the world in an effort to stabilize financial markets.

It has taken the benchmark federal funds rate down 3.25 percentage points in six steps since the beginning of the year.

With expectations of growth ebbing, officials at the U.S. central bank pushed their unemployment projections sharply higher to between 6.3 and 6.5 percent for 2008 and between 7.1 and 7.6 percent next year.



Fed officials said they expect the economy to contract moderately in the second half of 2008 and the first half of 2009, and acknowledged that risks to growth had increased.

"While some expected an improving financial situation to contribute to a recovery in growth by mid-2009, others judged that the period of economic weakness could persist for some time," the Fed said.

—Reuters contributed to this report.

Pengikut