ANM World Wide

ANM World Wide
Earth

Minggu, 25 Juli 2010

Ekspor CPO Juni Naik 96 Ribu Ton

Jakarta - Volume ekspor Indonesia untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya mencapai 1,135 juta ton pada bulan Juni, atau meningkat 96 ribu ton dari bulan Mei lalu yang sebesar 1,039 juta ton.

Kenaikan ini didorong peningkatan kebutuhan dari Bangladesh, India dan Pakistan.

Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Fadhil Hasan, peningkatan ekspor CPO Indonesia ketiga negara tersebut karena pada saat menjelang bulan Ramadhan, produsen minyak makan dan makanan di ketiga negara itu menyiapkan pasokan bahan baku yang salah salah satunya berasal dari minyak sawit Indonesia.

"Tentu saja, mereka akan terus menambah pembelian minyak sawit hingga mendekati Hari Raya Idul Fitri," ujar Fadhil dalam siaran persnya yang diterima detikFinance, Minggu (25/7/2010)

Ia mencontohkan, Bangladesh mengimpor CPO dan produk turunannya dari Indonesia sebesar 58.779 ton pada Juni ini, dibandingkan bulan sebelumnya hanya 30.800 ton.

Sama halnya dengan Pakistan yang mulai membeli kembali CPO dan produk turunan dari Indonesia berjumlah 19.250 ton.

Sedangkan India mengimpor CPO dari Indonesia sebesar 365.910 ton, RBD Olein sebanyak 73.050 ton, Crude Olein berjumlah 27.800 ton, RBD Palm Oil (PO) sebesar 1.000 ton dan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) 8.270 ton.

" Ini berarti, total volume impor CPO dan produk turunannya mencapai 476.030 ton pada Juni ini, ketimbang bulan Mei hanya 328.102 ton," jelasnya.

Meskipun kampanye negatif gencar dilakukan, lanjut Fadhil, namun ekspor CPO dan produk turunan Indonesia ke Eropa tetap stabil berjumlah 231.987 ton untuk bulan ini. Bahkan, khusus permintaan CPO meningkat menjadi 173.262 ton di Juni ini dari bulan Mei yang sebesar 136.562 ton.

"Untuk produk turunan CPO, Eropa mengimpor dari Indonesia antara lain RBD PO sebanyak 32.605 ton, RBD Olein berjumlah 2.000 ton, RBD Stearin sebesar 21.619 ton dan PFAD sebanyak 2.500 ton," paparnya.

by detik finance

BPH Migas Usulkan SPBU Baru Hanya Jual Pertamax Cs

Jakarta - Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan agar seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) baru hanya menjual
Pertamax Cs. Hal ini dilakukan untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi di masyarakat.

“Saya usulkan SPBU baru yang akan beroperasi sebaiknya hanya menjual BBM non subsidi,” ujar Kepala BPH Migas, Tubagus Haryono saat
berbincang dengan detikFinance, Minggu (25/7/2010).

Menurut dia, langkah ini merupakan cara yang efektif untuk menekan pemakaian premium dan solar agar subsidi BBM dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN) bisa lebih dikendalikan.

Pasalnya, jika pemerintah tidak melakukan langkah-langkah pengendalian, lanjut dia, maka lonjakan ini akan terus terjadi, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga terus meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di tanah air.

Pda tahun ini saja, Tubagus memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi akan melonjak mencapai 40,1 juta kiloliter (KL), dari kuota BBM bersubsidi dalam APBN-P 2010 hanya dipatok di level 36,5 juta KL.

“Saya usulkan ini karena kalau tidak dibatasi maka konsumsi BBM bersubsidi ke depan akan terus meningkat. SPBU yang baru kan banyak, nah itu harusnya jual BBM non subsidi. Sedangkan kalau yang sudah ada sekarang, pelan-pelan diarahkan ke sana,” jelasnya. Ia menambahkan, pada tahap awal hal ini bisa diterapkan di kawasan-kawasan elit Jakarta. "Itu bisa diterapkan di SPBU-SPBU baru yang ada daerah-daerah elit di Jakarta," tambahnya.

by detik finance

RI Butuh Dana US$ 96,2 Miliar Untuk Listrik

Jakarta - Indonesia membutuhkan dana sebesar US$ 96,2 miliar untuk memperkuat sistem kelistrikan di tanah air hingga tahun 2019.

Dari total kebutuhan dana tersebut, sebagian besar akan dialokasikan untuk membiayai pembangunan pembangkit yang dibangun PT PLN (Persero) dan juga investor listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) sebesar US$ 70,5 miliar.

"Sementara untuk investasi penyaluran sebesar US$ 14,3 miliar dan investasi distribusi sebesar US$ 11,3 miliar," demikian disampaikan dalam data Rencana Umum Penyediaan Listrik (RUPTL) PLN tahun 2010-2019 yang dikutip detikFinance, Minggu (25/7/2010),

Khusus untuk pembangkit, pada periode 2010-2019 PLN dan swasta direncanakan akan membangun pembangkit-pembangkit dengan total kapasitas sebesar 55.468 MW. Di mana sebesar 31.951 MW akan dibangun oleh PLN dan IPP sebesar 23.156 MW.

Sejalan dengan pengembangan pembangkit ini, diperlukan pengembangan transmisi sepanjang 42.505 kms, yang terdiri atas 4.318 kms SUTET 500
kV AC, 1.100 kms transmisi 500 kV HVDC, 462 kms transmisi 250 kV HVDC, 5.602 kms transmisi 275 kV AC, 29.396 kms SUTT 150 kV, 2.428 kms SUTT
70 kV.

Penambahan trafo yang diperlukan adalah sebesar 114.132 MVA yang terdiri atas 64.031 MVA trafo 150/20 kV, 2.875 MVA 70/20 kV dan 32.328 MVA trafo interbus IBT 500/150 kV, 9.875 MVA IBT 275/150 kV, IBT 2.423 MVA IBT 150/70 kV serta 3,600 MVA HVDC trafo konverter.

Untuk mengantisipasi pertumbuhan penjualan energi listrik untuk periode 2010-2019 diperlukan tambahan jaringan tegangan menengah 172.458 kms, tegangan rendah 236.835 kms dan kapasitas trafo distribusi 33.412 MVA.

BUMN listrik itu memperkirakan penjualan tenaga listrik pada tahun 2019 akan mencapai 327.3 TWh, atau mengalami pertumbuhan rata-rata 9.1% selama 10 tahun mendatang.

“Di mana beban puncak pada tahun 2019 diproyeksikan akan mencapai 59.863 MW," jelas data itu.

by detik finance

Pengikut