Indro Bagus SU - detikFinance

Ketika BUMI disangkut-pautkan dengan masalah repo induknya PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang bernilai triliunan rupiah, serta menerima serangan masalah terkait akuisisi BUMI ke 3 perusahaan senilai Rp 6,191 triliun, nilai transaksi harian BUMI memang sempat anjlok tajam. Malah, saham BUMI sampai didepak dari indeks saham LQ45.
Namun, justru setelah didepak nilai transaksi BUMI kembali menggeliat hebat dan terus menanjak. Tampaknya investor mulai mengesampingkan isu negatif seputar BUMI dan mulai kembali melihat pada kinerja fundamental perseroan menjelang laporan keuangan tahun 2008 yang rencananya dikeluarkan awal Maret 2009.
"Terlepas dari kontroversi transaksi 3 akuisisi BUMI, investor tampaknya mulai kembali mengincar saham BUMI. Karena pada dasarnya, fundamental BUMI masih sangat bagus," ujar pengamat pasar modal Hendra Bujang saat dihubungi detikFinance, Rabu (18/2/2009) malam.
Pada hari pertama perdagangan bulan ini, yakni 2 Februari 2009, nilai transaksi BUMI ditutup sebesar Rp 42,733 miliar atau hanya sekitar 5,53% dari nilai transaksi IHSG sebesar Rp 771,416 miliar. Dalam dua hari setelah itu, penguasaan saham BUMI terhadap IHSG masih di kisaran 5-6%.
Namun pada perdagangan 5 Februari 2009, secara mendadak nilai transaksi BUMI melonjak drastis menjadi Rp 344,021 miliar atau sekitar 28,72% dari total nilai transaksi di BEI sebesar Rp 1,197 triliun.
Penguasaan BUMI pada hari-hari berikutnya terus menanjak. Puncaknya, pada perdagangan 9 Februari 2009, nilai transaksi saham BUMI mencapai Rp 683,611 miliar atau setara dengan 47,75% dari total nilai transaksi BEI sebesar Rp 1,431 triliun.
Meski pada hari-hari berikutnya sedikit mengalami koreksi, namun penguasaan BUMI terhadap IHSG masih di kisaran 20,69% hingga 36,85%.
Pada perdagangan pekan ini, penguasaan BUMI di lantai bursa memang sempat kembali menurun ke level 8,23%. Namun berangsur-angsur kembali menanjak.
Pada perdagangan kemarin, Rabu 18 Februari 2009, BUMI kembali memimpin kenaikan IHSG. Nilai transaksi BUMI kemarin sebesar Rp 219,053 miliar atau menguasai 19,32% dari total nilai transaksi BEI.
Pergerakan harga saham BUMI dalam bulan ini pun naik cukup tajam. Pada 2 Februari 2009, BUMI ditutup di level Rp 500. Pada 9 Februari 2009, BUMI sempat menembus harga Rp 780, naik 56% dari harga pada 2 Februari 2009.
Pada perdagangan kemarin, BUMI ditutup di level Rp 740, naik Rp 50 dari penutupan sebelumnya Rp 690. "Kalau bicara valuasi, harga yang wajar untuk BUMI berada di kisaran Rp 1.000 ke atas," ujar Hendra.
Hal senada diungkapkan oleh beberapa analis dari sekuritas asing seperti David Chang dari UOB KayHian, Andreas BokkenHeuser dari UBS, dan Kenny Sujatman dari Royal Bank of Scotland (RBS).
Kenny memasang target BUMI di level Rp 1.000. David memasang target sedikit lebih tinggi di level Rp 1.010. Andreas memasang target lebih berani, di level Rp 1.600.
Menurut ketiga analis tersebut, opini yang berkembang seputar BUMI seharusnya tidak dijadikan acuan. Mereka pun melihat bahwa investor sudah mulai kembali melihat kinerja fundamental BUMI, ketimbang menunggu hasil keputusan regulasi soal rumor negatif seputar BUMI.
"Kami percaya bahwa menerapkan asumsi yang lebih konservatif misalnya mengkaji peningkatkan capex dan beban hutang akan lebih obyektif bagi investor dibandingkan dengan menerapkan premi risiko sekedarnya berdasarkan sentimen pasar yang sudah terlanjur negatif," kata Andreas.
Sedangkan David Chang dari UOB menyatakan bahwa sampai saat ini Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) tidak mengindikasikan pelanggaran hukum dalam akuisisi BUMI atas tiga perusahaan tersebut. David juga mengatakan bahwa diskonto yang diterapkan dalam valuasi terhadap saham BUMI sudah terlalu berlebihan.
"BUMI adalah saham yang paling murah di Asia Pacific setelah harga sahamnya jatuh lebih dari 90 persen. Price to Earning (PE) ratio BUMI hanya 1,1 kali, jauh di bawah rata-rata valuasi saham batu bara di Asia Pacific yang mencapai 8,7 kali atau 4,7 kali di Indonesia. Padahal BUMI adalah exportir batu bara thermal terbesar di dunia," kata David.
Hampir senada, Kenny mengatakan walaupun 3 akuisisi yang diumumkan BUMI telah menimbulkan kontroversi, hal itu tidak meningkatkan premi risiko atas BUMI. Kenny menyimpulkan bahwa pasar terlalu fokus kepada sentimen negatif.
"Laporan yang muncul belakangan ini soal akuisisi BUMI cenderung didasarkan pada sentimen emosional ketimbang analisis fundamental," ujarnya.
Bicara soal fundamental BUMI, David memprediksi perolehan pendapatan BUMI tahun 2008 akan mencapai 3,483 miliar, naik 53,77% dibanding tahun 2007 sebesar US$ 2,265 miliar. Laba bersih BUMI tahun 2008 diperkirakan sebesar US$ 606,8 juta, naik 91,41% dari laba bersih tahun 2007 sebesar US$ 317 juta (di luar transaksi dengan Tata sebesar US$ 472 juta).
Tahun ini, David memproyeksikan BUMI bakal membukukan pendapatan US$ 4,27 miliar, naik 22,59% dibanding pendapatan tahun 2008. Laba bersih 2009 diperkirakan sebesar US$ 804,3 juta, naik 32,54% dari tahun 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar